gunung GAMALAMA di TERNATE
Ternate menjadi satu kota otonom sejak 4 Agustus 2010, dan menjadi Ibukota sementara Provinsi Maluku Utara sampai Sofifi yang menjadi ibukotanya di Pulau Halmahera siap secara infrastruktur.
Kota Ternate merupakan kota kepulauan yang memiliki luas wilayah 547,736 km², dengan 8 pulau. Pulau Ternate, Pulau Hiri, Pulau Moti, Pulau Mayau, dan Pulau Tifure merupakan lima pulau yang berpenduduk, sedangkan terdapat tiga pulau lain seperti Pulau Maka, Pulau Mano dan Pulau Gurida merupakan pulau berukuran kecil yang tidak berpenghuni.Kondisi topografi Kota Ternate dengan sebagian besar daerah bergunung dan berbukit, terdiri atas pulau vulkanis dan pulau karang dengan kondisi jenis tanah Rogusal ( Pulau Ternate, Pulau Hiri, dan Pulau Moti) dan Rensika (Pulau Mayau, Pulau Tifure, Pulau Maka, Pulau Mano dan Pulau Gurida). Kondisi topografi Kota Ternate juga ditandai dengan keberagaman ketinggian dan permukaan laut antara 0-700 m dpl. dengan keadaan kota ternate yang merupakan pulau vulkanis membuat ternate menjadi rawan dengan bencana gunung merapi dan dengan keberadaan gunung merapi gamalama yang masih akif sampai saat ini yang membuat pemerintahan kota ternate harus bisa membuat upaya untuk mengurangi dampak bencana alam yang di hasilkan oleh letusan gunung merapi gamalama.
dari sejarah meletusnya gunung gamalama, Letusan besar Gunung Gamalama lain terjadi pada 1908 yang menghasilkan leleran lava batu angus hingga ke pantai. Sisa-sisa letusan bisa dilihat di Kelurahan Kulaba, Kecamatan Ternate Utara. Letusan tersebut memakan puluhan korban jiwa.
dan Letusan terbesar lain terjadi pada pada 1775 yang melenyapkan Desa Soela
Takomi. Lebih dari 140 orang tercatat tewas. Dahsyatnya letusan juga
meninggalkan dua danau, yaitu Tolire Jaha dan Tolire Kecil di Desa Soale
Takomi yang berjarak sekira 18 kilometer dari pusat Kota Ternate.
dari hal itu pemerintah kota ternate berupaya untuk dapat mengurangi dampak bencana alam gunung meletus yang nanti akan bisa terjadi.
Dalam
upaya mencegah atau meminimalkan potensi dampak masalah akibat bencana
Gunung api Gamalama, di masa depan diperlukan perencanaan
program-program mitigasi dan kesiapsiagaan terhadap bencana. Mitigasi
ádalah upaya untuk mengeliminasi, menurunkan/meminimalkan risiko bahaya (hazard)
bencana pada populasi yang rentan. Lingkup mitigasi meliputi eliminasi
risiko, reduksi risiko, dan transmisi tanggung jawab. Fokus mitigasi
adalah menghilangkan atau membatasi kemungkinan terjadinya bencana, dan
menurunkan tingkat kerentanan populasi. Kesiapsiagaan terhadap potensi
bencana adalah satu bentuk upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
merespon efektif ancaman dan dampak bencana dan pulih dengan cepat dari
dampak jangka panjang.
Dalam
aspek kesiapsiagaan tehadap bencana, partisipasi aktif masyarakat
memainkan peran yang paling penting. Pemerintah Kota Ternate dan LSM
berkewajiban untuk bersama-sama mendorong dan memperkuat partisipasi
masyarakat, termasuk untuk senantiasa menghidupkan memori kolektif
sepanjang masa dari pengalaman dramatis dan dahsyat akibat bencana
tersebut.
Upaya pencegahan bencana di perkotaan, diutamakan melalui built environment
yaitu dalam lingkungan binaan. Pertumbuhan dan pengembangan perlu
dilaksanakan dan dikelola dengan prinsip harmoni, seimbang, dan saling
menguntungkan antara penduduk Ternate dan lingkungannya. Dengan
memperhatikan rencana pemanfaatan ruang (Gambar 4), yang perlu mendapat
perhatian dengan segera apabila terjadi letusan dan leleran lava, adalah
kawasan pemukiman yang terdapat di sepanjang pantai barat ke selatan
sampai ke timur Pulau Ternate, karena pada wilayah tersebut terdapat
konsentrasi penduduk yang besar.
Dampak
akibat bencana yang traumatis pada penduduk dan lingkungan akibat
letusan dan gempa dapat sangat menghancurkan, karena bukan hanya
mengakibatkan korban jiwa, material dan kerusakan lingkungan yang besar,
tapi juga menguras sumber daya ekonomi yang diperuntukkan untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karenanya mencegah dan
meminimalkan dampak melalui program mitigasi dan kesiapsiagaan sangat
penting untuk kelangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat yang
tinggal di daerah rawan bencana seperti di Kota Ternate.
Langkah-langkah
awal yang dilakukan adalah mengembangkan alternatif
pendekatan-pendekatan mitigasi dan kesiapsiagaan terhadap bencana yang
efektif dan efisien di Kota Ternate, yakni dengan melakukan analisis
kebijakan tentang mitigasi dan kesiapsiagaan terhadap bencana dan survei
asesmen infrastruktur dan fasilitas hunian/pemukiman, perkantoran,
rumah sakit, fasilitas umum dan lingkungan, berkaitan dengan sistem
pengamanan dan peringatan dini potensi bahaya bencana akibat aktivitas
Gunung api Gamalama.
Upaya penanggulangan bencana letusan gunung api tersebut, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan.
1. Sebelum terjadi letusan:
· Pemantauan dan pengamatan kegiatan pada aktivitas gunung api,
· Pembuatan
dan penyediaan Peta Kawasan Rawan Bencana dan Peta Zona Resiko Bahaya
Gunung api yang didukung dengan dengan Peta Geologi Gunung api,
· Pembimbingan dan pemberian informasi gunung api,
· Penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika dan geokimia di gunung api,
· Peningkatan sumberdaya manusia dan pendukungnya seperti peningkatan sarana dan prasarananya.
2. Saat terjadi letusan dilakukan:
· Peringatan dini.
· Pelaksanakan prosedur tetap penanggulangan bencana letusan gunung api,
· Pelaksanaan evakuasi penduduk ke tempat-tempat aman yang telah disiapkan sebelumnya,
3. Setelah terjadi letusan dilakukan:
· Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil letusan,
· Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya,
· Memberikan saran penanggulangan bahaya,
· Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang,
· Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak,
· Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun,
· Melanjutkan memantauan rutin.
Bilamana terjadi peningkatan aktivitas gunung api, maka prosedur tetap tingkat kegiatan gunung api adalah sebagai berikut :
1. Aktif Normal (Level I):
Kegiatan gunung api berdasarkan pengamatan dari hasil visual, kegempaan
dan gejala vulkanik lainnya tidak memperlihatkan adanya kelainan.
2. Waspada (Level II): Terjadi
peningkatan kegiatan berupa kelainan yang tampak secara visual atau
hasil pemeriksaan kawah, kegempaan dan gejala vulkanik lainnya.
3. Siaga
(Level III): Peningkatan semakin nyata hasil pengamatan
visual/pemeriksaan kawah, kegempaan dan metoda lain saling mendukung.
Berdasarkan analisis, perubahan kegiatan cenderung diikuti letusan.
4. Awas
(Level IV): Menjelang letusan utama, letusan awal mulai terjadi berupa
abu/asap. Berdasarkan analisis data pengamatan, segera akan diikuti
letusan utama
*SUMBER REFRENSI
http://www.antaramaluku.com/print/22759/melihat-upaya-ternate-mengurangi-dampak-bencana
http://regional.kompas.com/read/2011/12/11/20025436/Gunung.Gamalama.Kembali.Meletus
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Ternate
http://www.mentari.biz/daftar-gunung-berapi-yang-aktif-di-indonesia.html
http://news.okezone.com/read/2011/12/08/340/539821/ini-sejarah-letusan-gunung-gamalama
http://iphect.blogspot.com/2012/05/potensi-dan-bahaya-letusan-gunung.html