ANALISA FAKTOR PENYEBAB PERILAKU MENGEMUDI OPERATORANGKUTAN KOTA SEBAGAI DASAR UNTUK MENURUNKANTINGKAT PENCEMARAN UDARA DI TEPI JALAN RAYA
Abstrak : sumber utama pencemaran udara di tepi jalan raya kota Bandung adalah emisi yang dihasilkan oleh kendaraan umum, terutama Angkutan Kota atau yang populer dengan sebutan Angkot. karena angkot tidak memiliki tempat pemberhentian yang tetap jadi membuat angkot dapat berhenti dimana saja asalkan sesuai dengan rute perjalanannya.Kata kunci : Pencemaran udara, angkot, emisi, perilaku mengemudi.
PENDAHULUAN
Transportasi di dunia semakin berkembang dengan dimulainyadengan adanya sepeda, motor, mobil bahkan pesawat terbang. dan di Indonesia telah berkembang beberapa mode transportasi masal mulai yang ada di darat sampai yang ada di laut bahkan udara, dengan adanya mode transportasi masal membuat perjalanan kita semakin mudah. Tetapi dengan berkembangnya mode transportasi massal berkembang juga banyaknya emisi gas yang terutama dihasilkan oleh kendaraan umum yaitu angkot terutama di Bandung. keadaan ini diakibatkan seringnya kendaraan yang berhenti di sembarangan jalan dan membuat emisi yang dihasilkan lebih banyak. Mode transportasi seperti ini membuat emisi yang dihasilkan bertambah besar karena pada kondisi kendaraan diam, dipercepat (accelerating) maupun diperlambat (decelerating), emisi cenderung lebih banyak dihasilkan akibat pembakaran yang kurang sempurna.
METODOLOGI
Instrumen yang digunakan untuk survey sosial-lingkungan ini adalah kuesioner. Bentuk kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dengan sebagian pertanyaan tertutup dan sebagian lagi berupa pertanyaan terbuka. Hal ini ditujukan untuk menggali lebih dalam jawaban-jawaban dari responden yang berprofesi sebagai pengemudi angkutan kota.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Presentase Pengembalian Kuesioner dan Realibilitas Data
Jumlah kuesioner yang disebarkan untuk percobaan adalah sebanyak 30 buah pada percobaan pertama dan 30 buah pada percobaan kedua.
Profil Responden
Data umum responden meliputi nama, alamat, nomor telepon, usia, jenis kelamin, suku bangsa, pendidikan, serta rute angkutan kota yang dikendarai. Komposisi usia, suku bangsa, tingkat pendidikan dan rute angkutan kota.
Dari hasil penelitian, rata-rata responden memiliki waktu kerja sebanyak 11 jam per hari dan rata-rata memiliki pendapatan bersih sebesar Rp. 2700 per jam. Pendapatan bersih ini dihitung dengan mengurangi pendapatan kotor dengan pengeluaran bensin dan setoran wajib kepada pemilik angkutan kota. Dalam mengemudikan angkotnya, para responden dapat dibagi kedalam empat kategori, yaitu mengetem di sembarang tempat hingga angkot terisi penuh, berjalan pelan ditepian sambil mengangkut penumpang , berjalan terus dan berhenti tiba-tiba saat ada penumpang yang memberhentikan angkot, serta berhenti di tempat yang telah ditetapkan dan menunggu hingga angkot terisi penuh. Keempat kategori ini ditentukan dari hasil pengamatan lapangan. Perilaku mengetem responden didasari oleh beberapa alasan. Alasan yang paling banyak dikemukakan, yaitu sebesar 30%, adalah banyaknya calon penumpang yang terdapat di tempat mengetem. Berusaha mendapat penumpang sebanyak mungkin dan mengejar setoran adalah dua alasan berikutnya yang memiliki persentase terbanyak kedua dan ketiga yaitu sebesar 25% dan 18%. Beberapa responden juga mengemukakan alasan lain yang tidak disebutkan dalam pilihan jawaban seperti berusaha mengatur jarak dengan Angkot lainnya agar dapat memperoleh penumpang serta menghemat bensin.
Distribusi Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan yang ingin diketahui dari responden adalah tingkat pengetahuan mengenai Perda Kota Bandung No.03 tahun 2005 pasal 7 (1) dan (2) tentang peraturan memberhentikan kendaraan umum serta tingkat pengetahuan responden mengenai pencemaran udara oleh kendaraan bermotor.dari peryataan yang diajukan kepada responden dapat di disimpulkan bahwa lebih dari separuh responden telah mengetahui mengenai Perda K3 Kota Bandung namun lebih dari separuh responden tidak mengetahui adanya sanksi dari Perda tersebut.
Analisa Faktor Penyebab Perilaku Mengetem
Pengemudi Angkot Berdasarkan analisa korelasi Spearman, diperoleh bahwa perilaku mengemudi supir Angkot tidak berhubungan dengan usia, pendidikan terakhir, pendapatan bersih, pengetahuan mengenai pencemaran udara, dan pengetahuan mengenai Perda melainkan berhubungan dengan rute dan suku bangsa.
Analisa Faktor Penyebab Perilaku ‘Berhenti-Jalan-Berhenti’
Pengemudi Angkot Berdasarkan nilai korelasi Spearman, dapat diketahui bahwa perilaku‘berhenti-jalan-berhenti’ memiliki hubungan dengan rute dan persepsi mengenai halte khusus Angkot. Nilai negatif pada nilai signifikansi persepsi mengenai halte Angkot menunjukan bahwa responden yang sering berjalan pelan di tepian dan berhenti tiba-tiba untuk mengangkut penumpang tidak setuju jika akan diadakan halte khusus Angkot. Makin sering responden melakukan kedua aktivitas mengemudi itu, makin tidak setuju ia terhadap pengadaan halte khusus Angkot.
Persepsi Mengenai Tempat Pemberhentian Khusus Angkot
Berdasarkan hasil survey, 88% responden menyatakan bahwa pemerintah belum menyediakan tempat pemberhentian yang memadai bagi angkutan kota. Secara garis besar, para supir angkot setuju jika akan diadakan halte khusus untuk Angkot seperti yang terlihat pada Gambar 6. Persepsi ini ternyata memiliki hubungan yang cukup signifikan (memiliki nilai korelasi Spearman 0,507 dengan signifikansi 0,01) yaitu pengetahuan bahwa perilaku mengemudi ‘berhenti-jalan-berhenti’ akan meningkatkan tingkat pencemaran udara seperti. Persepsi ini tidak memiliki hubungan dengan atribut responden seperti usia, suku bangsa, pendidikan terakhir, dan rute.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku mengemudi supir Angkot tidak berhubungan dengan usia, pendidikan terakhir, pendapatan bersih, jumlah setoran, pengetahuan mengenai pencemaran udara, dan pengetahuan mengenai Perda. Pengaruh yang signifikan terhadap perilaku mengetem dan berhenti-jalan-berhenti ditunjukan oleh rute. Hal ini mungkin disebabkan oleh tata guna lahan yang bermacam-macam di sepanjang rute yang akhirnya mempengaruhi kebiasaan berhenti di sembarang tempat. Perilaku mengemudi seperti ini diharapkan dapat dikurangi dengan menempatkan halte di sepanjang rute masing-masing Angkot yang berdasarkan hasil survey belum dipenuhi oleh pemerintah. Dari hasil analisa terhadap tingkat penerimaan halte khusus Angkot, sebanyak lebih dari 70% responden menyatakan setuju terhadap pengadaan sistem halte untuk Angkot. Tingkat peneriman ini dipengaruhi oleh pengetahuan bahwa perilaku mengemudi ‘berhenti-jalan-berhenti’ akan meningkatkan tingkat pencemaran udara. Dari keseluruhan analisa dapat disimpulkan bahwa perilaku mengetem maupun berhenti-jalan-berhenti tidak dipengaruhi oleh diri pengemudi melainkan oleh kondisi jalan raya dengan tata guna lahan yang kurang teratur serta ketiadaan tempat pemberhentian yang memadai.
Daftar Pustaka
Perkins, Henry C. Air Pollution. Tokyo : McGrawHill Kogakusha Ltd., 1974. Transportation Research Board. Expanding Metropolitan Highways. Washington D.C : National Academy Press., 1995.
www.bandung.go.id